Mahkota dewa. Namanya terdengar megah, bahkan mistis. Tapi siapa sangka, tanaman ini sering ditemukan tumbuh liar di pekarangan atau pinggir jalan, terutama di Jawa. Warna buahnya merah menyala, bentuknya bulat seperti kelereng, tapi jangan terkecoh—buah ini sangat beracun jika dimakan mentah.
Namun justru dari racun itulah, tanaman ini mendapat pamornya.
Di beberapa desa, terutama di Yogyakarta dan sekitarnya, buah mahkota dewa sering direndam dalam air panas, lalu airnya diminum secara teratur. Rasanya? Jangan harap manis. Tapi itulah yang justru dicari oleh mereka yang percaya pada kekuatan detoksifikasi dari tanaman ini.
Albytalks.com sempat menemui seorang petani di Kulon Progo yang menanam mahkota dewa di ladang belakang rumahnya. “Dulu saya kena gula (diabetes),” ujarnya sambil menyeduh air rendaman kering buah mahkota dewa. “Dokter bilang harus jaga makan. Tapi tetangga kasih tahu soal ini. Alhamdulillah, setelah minum tiap pagi, gula darah saya stabil.”
Anehnya, belum banyak studi medis yang benar-benar menyelami potensi tanaman ini secara penuh. Tapi dari sisi fitokimia, buah mahkota dewa diketahui mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol—senyawa yang punya peran penting sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan penetral racun.
Daya Tarik Mahkota Dewa di Dunia Herbal
Kita hidup di zaman di mana orang sudah mulai berbalik ke tanaman herbal, terutama pasca pandemi. Permintaan terhadap tanaman ini meningkat pesat di pasar daring. Di Tokopedia dan Shopee, buah keringnya dijual mulai dari Rp15.000 per 100 gram. Bahkan beberapa brand lokal mulai memasarkan dalam bentuk kapsul atau teh celup.
Tapi yang harus diingat: buah mentahnya sangat tidak boleh dikonsumsi langsung. Beberapa kasus keracunan ringan dilaporkan gara-gara orang penasaran makan langsung dari pohon. Sakit kepala, mual, hingga gangguan pencernaan bisa terjadi.
Jadi, penggunaannya harus sesuai takaran dan melalui proses pengeringan atau perebusan.
Cara Menanam Mahkota Dewa di Rumah
Satu hal yang membuat tanaman ini menarik adalah perawatannya yang relatif mudah. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) bisa ditanam dari biji, dan menyukai tempat yang mendapat cahaya matahari cukup. Media tanam ideal adalah campuran tanah gembur dan kompos.
Butuh waktu sekitar 12–18 bulan sejak bibit ditanam hingga mulai berbuah. Tapi hasilnya sepadan. Tanaman ini bisa bertahan hingga puluhan tahun dan menghasilkan buah berkali-kali dalam setahun. Di beberapa halaman rumah yang rimbun, tanaman ini bahkan bisa tumbuh sebagai pagar hidup yang cantik dan fungsional.
Baca Juga: Cara Mengolah Daun Gempur Batu — Ramuan Tradisional yang Kembali Naik Daun
Tantangan yang Kerap Terjadi
Sayangnya, banyak orang yang menanam mahkota dewa hanya untuk hiasan, tanpa tahu cara mengolahnya dengan aman. Ini jadi tantangan. Edukasi soal tanaman ini masih kurang, dan banyak yang tidak tahu bahwa daunnya juga memiliki kandungan zat aktif.
Beberapa petani pemula juga kecewa karena mengira tanaman ini bisa panen cepat dan langsung dijual mahal. Faktanya, pasar tanaman herbal butuh pemahaman akan standar pengolahan, kebersihan, dan bahkan sertifikasi jika ingin ekspor.
Albytalks.com menekankan, kalau memang ingin serius menanam tanaman ini untuk tujuan pengobatan atau bisnis, pelajari proses pengeringan yang benar—biasanya lewat oven suhu rendah atau penjemuran di tempat bersih.
Warisan Alam yang Perlu Dijaga
Mahkota dewa bukan tanaman sembarangan. Di tengah banjirnya obat kimia, tanaman ini menjadi pengingat bahwa alam Nusantara menyimpan kekayaan luar biasa, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya dengan bijak.
Kalau ditanya: apakah ini benar-benar bisa menyembuhkan? Jawaban paling bijak: bisa membantu. Tapi bukan pengganti total pengobatan medis. Anggap saja seperti bala bantuan alami yang memperkuat sistem tubuh.
Dan seperti banyak hal dalam hidup, kadang yang pahitlah yang paling menyehatkan.