Kalau bicara soal tanaman herbal, banyak dari kita mungkin langsung teringat jahe, temulawak, atau daun kelor. Tapi satu nama yang kini mulai berbisik di kalangan petani dan pegiat tanaman alternatif di Jawa adalah kratom—tanaman tropis yang selama bertahun-tahun lebih dikenal di Kalimantan Barat dan Thailand.
Ya, pohon kratom (Mitragyna speciosa) memang bukan tanaman asli Jawa. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, keberadaannya mulai muncul secara diam-diam di pekarangan, kebun, bahkan ladang-ladang kecil di beberapa wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Albytalks.com sempat menelusuri salah satu desa di daerah lereng Gunung Muria, Jawa Tengah, tempat di mana dua hingga tiga pohon kratom ditanam secara tersembunyi di antara pohon jati dan mahoni. Warga yang menanam enggan disebut namanya, tapi mereka mengaku mendapat bibit dari “teman yang kerja di Kalimantan.”
“Awalnya cuma iseng. Ditanam, tumbuhnya cepat banget. Ternyata daunnya bisa dijual juga, tapi ya diam-diam,” ujar seorang petani lokal sambil tertawa kecil.
Antara Potensi dan Regulasi yang Masih Abu-Abu
Salah satu alasan kenapa pohon kratom belum banyak dibahas secara terbuka di Jawa adalah status hukumnya yang belum sepenuhnya jelas. Meski di Indonesia belum dikategorikan sebagai tanaman ilegal secara nasional, namun kratom sudah masuk daftar pengawasan Badan Narkotika Nasional (BNN) sejak beberapa tahun terakhir.
BNN sempat menyebut bahwa senyawa mitragynine dan 7-hydroxymitragynine yang terkandung dalam daun kratom memiliki efek mirip opioid, terutama bila dikonsumsi dalam dosis tinggi. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, status kratom masih jadi perdebatan. Ada yang melarang, ada pula yang mengizinkan untuk kepentingan riset atau pengobatan alternatif.
Namun yang menarik, di pasaran ekspor, terutama ke Amerika, permintaan daun kratom kering justru sangat tinggi. Di Kalimantan Barat, kratom bahkan telah menjadi komoditas ekspor bernilai miliaran rupiah setiap bulan. Banyak warga yang hidup dari panen daun-daun ini, yang dikeringkan dan dijual ke pengepul.
Potensi itulah yang kini mulai menggoda sebagian warga di Jawa. Beberapa komunitas petani muda melihat kratom sebagai alternatif baru di tengah tekanan harga komoditas tradisional seperti kopi atau cengkeh yang fluktuatif.
Sisi Agronomis: Bisakah Kratom Tumbuh Subur di Jawa?
Kratom adalah tanaman yang tumbuh subur di daerah lembap dengan curah hujan tinggi dan sinar matahari yang cukup. Itulah sebabnya Kalimantan sangat cocok. Tapi rupanya, beberapa wilayah di Jawa juga memiliki karakter serupa—terutama daerah lereng pegunungan dan dataran rendah yang tidak terlalu kering.
Beberapa penanam awal di daerah Pati dan Lumajang bahkan melaporkan bahwa kratom mereka tumbuh lebih cepat dari pohon-pohon lain, dengan daun lebar dan warna hijau tua yang pekat—ciri khas tanaman sehat.
Namun belum banyak studi agronomis resmi tentang kratom di Jawa. Tidak ada panduan dari dinas pertanian, tidak ada data produksi, bahkan tidak ada koperasi atau kelompok tani resmi yang mengelola budidaya kratom. Semuanya masih bergerak di bawah radar.
“Kita tanam karena penasaran dan karena ada yang butuh. Tapi ya nggak bisa cerita ke siapa-siapa,” kata salah satu pemuda yang menanam kratom di belakang rumahnya di Blitar.
Potensi Bisnis yang Perlu Dikelola dengan Hati-hati
Jika dikelola dengan benar dan regulasi mendukung, budidaya kratom di Jawa bisa menjadi alternatif mata pencaharian baru. Apalagi dalam kondisi ekonomi yang makin menekan, petani butuh opsi komoditas baru yang memiliki pasar ekspor jelas dan nilai tinggi.
Namun yang perlu dicatat, ekspansi kratom juga harus disertai edukasi. Tanaman ini bukan sekadar daun biasa. Kandungan alkaloidnya membuatnya bisa memiliki efek farmakologis yang signifikan. Artinya, perlu pengawasan, riset, dan regulasi agar tidak disalahgunakan.
Selain itu, statusnya yang masih “abu-abu” membuat siapa pun yang menanam atau memperdagangkannya harus benar-benar memahami risiko hukum.
Akankah Kratom Menjadi Komoditas Baru di Jawa?
Belum bisa dipastikan. Tapi satu hal yang jelas: bibit kratom sudah mulai ditanam. Diam-diam, namun nyata. Dan jika tren ini berlanjut, kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan kita akan melihat kratom menjadi bagian dari percakapan agrikultur yang lebih luas di Jawa.
Pertanyaannya bukan lagi apakah kratom bisa tumbuh di Jawa. Tapi kapan regulasi akan menyusul realitas lapangan.
Sementara itu, para penanam awal terus belajar, bereksperimen, dan berharap bahwa mereka sedang berada di awal dari sebuah perubahan besar dalam dunia pertanian herbal Indonesia.
Dan mungkin, saat itu tiba, kratom akan berhenti jadi “rahasia kecil” di kebun-kebun belakang rumah.