Allahumma Taqabbal Siyamana – Di tengah kesibukan umat Muslim menjalankan ibadah puasa, baik di bulan Ramadan maupun di hari-hari puasa sunnah lainnya, ada satu doa yang sering terucap namun jarang dibedah maknanya. Doa ini sederhana, pendek, dan akrab di telinga:
اَللّٰهُمَّ تَقَبَّلْ صِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَتَخَشُّعَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا يَا اَللهُ يَااَللهُ يَااَللهُ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Latin: “Allahumma taqabbal shiyamana wa qiyamana wa ruku’ana wa sujudana wa takhasysyu’ana wa tadharru’ana wa ta’abbudana wa tammim taqshirana ya Allah ya Allah ya Allah ya arhamar rahimin.“
Artinya: “Ya Allah, terimalah puasa kami, salat malam kami, rukuk kami, sujud kami, kekhusyukan kami, kerendahan diri kami, ibadah kami, dan sempurnakanlah kekurangan kami, wahai Allah, wahai Allah, wahai Allah, wahai Dzat yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”
Sepintas, kalimat ini mungkin terdengar seperti permohonan standar. Tapi bagi banyak umat Muslim, doa ini adalah bentuk harapan tulus, bahkan terkadang menjadi ungkapan kekhawatiran—apakah ibadah yang telah kita jalankan benar-benar diterima oleh-Nya?
Di albytalks.com, banyak pembaca yang berbagi pengalaman personal mereka soal momen-momen reflektif saat mengucapkan doa ini. Ada yang merasa sedih karena sadar puasanya lebih banyak diisi scrolling media sosial. Ada pula yang merasa bahagia karena berhasil mengontrol amarah di hari yang berat.
Mereka tidak sempurna—dan tidak perlu sempurna. Tapi dengan melafalkan doa ini, ada harapan dan tekad untuk terus memperbaiki.
Jangan Sekadar Dibaca, Tapi Diresapi
Doa bukan sekadar kata-kata. Doa adalah cermin dari isi hati.
Ketika kita mengucapkan Allahumma taqabbal siyamana, kita sedang menyerahkan seluruh jerih payah selama berpuasa kepada Allah. Kita sedang berkata, “Ya Allah, ini semua untuk-Mu. Terimalah, meski masih banyak kekurangan.”
Dan di situlah keindahannya—kesederhanaan yang sarat makna.