Pernahkah Anda merasa bingung atau bahkan sedikit cemas ketika mendengar tentang hadits yang menyebutkan umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, dan hanya satu yang selamat?
Pertanyaan seperti “Golongan mana saya?” atau “Bagaimana saya bisa yakin termasuk yang selamat?” seringkali menghantui pikiran banyak Muslim.
Rasa khawatir itu wajar, namun perlu dipahami dengan benar. Anda mencari kejelasan, dan itu adalah langkah yang tepat.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas Penjelasan Hadits tentang 73 Golongan (Satu Masuk Surga) secara mendalam, menghilangkan keraguan, dan memberikan panduan praktis untuk Anda.
Tujuan kita di sini bukan untuk menunjuk jari, melainkan untuk memahami esensi hadits ini dan bagaimana kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dengan tenang dan percaya diri.
Hadits tentang 73 golongan ini adalah salah satu narasi kenabian yang sangat dikenal, menggambarkan fragmentasi umat Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Secara umum, hadits ini menyatakan bahwa umat Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, Nasrani 72 golongan, dan umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, di mana hanya satu golongan yang akan masuk surga.
Inti dari hadits ini bukanlah enumerasi angka secara harfiah, melainkan peringatan akan bahaya perpecahan dan penekanan pada pentingnya menjaga kebenaran.
Mari kita selami lebih dalam agar pemahaman kita menjadi lebih terang.
1. Memahami Sumber dan Keshahihan Hadits
Sebelum membahas maknanya, penting untuk mengetahui latar belakang dan keabsahan hadits ini. Ini agar kita memiliki fondasi yang kuat dalam memahami pesannya.
a. Validitas Riwayat
Hadits ini diriwayatkan melalui beberapa jalur, di antaranya dari Abu Hurairah, Muawiyah, dan Anas bin Malik.
Meskipun ada perdebatan mengenai derajat keshahihan setiap jalur, ulama mayoritas menganggap maknanya shahih dan dapat diterima sebagai peringatan penting.
Ini menunjukkan urgensi pesan yang ingin disampaikan Rasulullah SAW kepada umatnya dan bukan sekadar cerita belaka.
b. Bukan Hadits Palsu
Penting untuk dicatat bahwa hadits ini bukanlah hadits palsu atau dhoif jiddan (sangat lemah) yang tidak bisa dijadikan sandaran.
Para muhadditsin (ahli hadits) telah membahasnya secara luas dan menetapkan posisinya dalam khazanah ilmu hadits.
Memahami sumbernya membantu kita menghindari keraguan yang tidak perlu dan fokus pada esensi ajarannya.
Sebagai analogi, bayangkan seorang dokter memberikan peringatan tentang bahaya merokok. Meski detail ilmiahnya bisa diperdebatkan oleh sebagian kecil orang, pesan inti ‘merokok itu berbahaya’ tetap valid dan perlu diikuti. Demikian pula hadits ini.
2. Konteks Sejarah dan Latar Belakang Hadits
Hadits ini tidak muncul di ruang hampa. Ada konteks yang mendasari mengapa Rasulullah SAW menyampaikan pesan penting ini kepada umatnya.
a. Peringatan Dini
Rasulullah SAW adalah seorang nabi yang visioner, beliau telah mengetahui akan adanya perpecahan dalam umatnya di masa mendatang.
Hadits ini disampaikan sebagai peringatan dini, agar umat Islam tidak terjerumus dalam perselisihan yang memecah belah dan menjauhkan dari kebenaran.
Ini adalah bentuk kasih sayang Nabi agar umatnya tetap bersatu dan berada di jalan yang lurus sesuai petunjuk-Nya.
b. Fragmentasi Umat Terdahulu
Penyebutan perpecahan umat Yahudi dan Nasrani sebelum Islam bukanlah tanpa tujuan.
Ini menjadi pelajaran bagi umat Islam agar tidak mengulangi kesalahan serupa, yaitu berselisih hingga tercerai-berai dari ajaran asli.
Sejarah selalu menjadi cerminan dan pengingat bagi generasi berikutnya agar tidak mengulang kesalahan masa lalu.
Bayangkan seorang ayah yang melihat anak-anak tetangganya selalu bertengkar karena masalah kecil. Ia kemudian menasihati anak-anaknya agar tidak seperti itu. Hadits ini mirip nasihat seorang Nabi yang melihat ‘sejarah’ umat terdahulu.
3. Apa Maksud “73 Golongan” dan “Satu Masuk Surga”?
Ini adalah inti dari pertanyaan banyak orang. Mari kita bedah makna di balik angka dan jaminan keselamatan ini.
a. Bukan Angka Literal
Angka ’73’ dalam hadits ini seringkali dipahami bukan sebagai angka mutlak atau harfiah yang harus dihitung dengan tepat.
Sebagian ulama menafsirkannya sebagai kiasan untuk ‘banyaknya’ golongan atau kelompok yang akan muncul, bukan jumlah pasti yang harus dicari.
Fokusnya adalah pada kenyataan perpecahan yang akan terjadi, bukan pada kalkulasi jumlahnya yang spesifik.
b. Golongan yang Selamat: Ahlussunnah wal Jama’ah
Hadits ini melanjutkan dengan menyebutkan bahwa golongan yang selamat adalah “mereka yang berada di atas apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya”.
Ini adalah inti dari definisi ‘Ahlussunnah wal Jama’ah’ – mereka yang mengikuti sunnah Nabi dan pemahaman para sahabatnya.
Kriterianya sangat jelas: konsistensi dalam mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman generasi terbaik yang hidup sezaman dengan Nabi.
Ketika Anda mencari resep masakan otentik, Anda akan mencari dari koki asli atau mereka yang belajar langsung dari koki tersebut. Golongan yang selamat itu ibarat mengikuti resep asli dari ‘Koki Utama’ (Nabi Muhammad SAW) dan ‘asistennya’ (para sahabat).
4. Ciri-ciri Golongan yang Selamat
Bagaimana kita bisa mengidentifikasi golongan yang satu ini, yang disebut sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah?
Ciri-ciri ini bukanlah tentang label nama, melainkan tentang substansi ajaran dan praktik yang mereka pegang teguh.
-
Mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah:
Ini adalah fondasi utama. Golongan yang selamat selalu menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai sumber hukum dan pedoman hidup utama mereka.
Mereka tidak mendahulukan akal atau perasaan di atas nash (teks) yang jelas dari kedua sumber tersebut.
-
Memahami dengan Pemahaman Sahabat:
Para sahabat adalah generasi terbaik yang hidup bersama Nabi dan menyaksikan langsung penafsiran serta praktik Islam.
Memahami agama sebagaimana mereka memahami adalah kunci untuk menghindari penafsiran yang menyimpang dan tidak berdasar.
Ini berarti tidak menciptakan bid’ah atau praktik baru yang tidak memiliki dasar dari ajaran Nabi dan para sahabat.
-
Menjauhi Ekstremisme dan Kelalaian:
Golongan yang selamat adalah golongan pertengahan (wasathiyyah), tidak berlebihan (ghuluw) dan tidak pula meremehkan (tafrith).
Mereka menjaga keseimbangan dalam beribadah, bermuamalah, dan berdakwah, tanpa condong ke salah satu ekstrem.
-
Berpegang Teguh pada Akidah yang Lurus:
Akidah yang benar, yaitu tauhid murni, bebas dari syirik, khurafat, dan takhayul, adalah ciri khas mereka.
Mereka mengesakan Allah dalam Rububiyah (ketuhanan), Uluhiyah (peribadatan), dan Asma wa Sifat-Nya tanpa tasybih (menyerupakan) atau ta’thil (meniadakan sifat).
5. Pentingnya Persatuan dan Bahaya Perpecahan
Salah satu hikmah terbesar dari hadits ini adalah penekanan pada urgensi persatuan umat.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (agama) Allah seluruhnya, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103).
a. Dampak Negatif Perpecahan
Perpecahan tidak hanya melemahkan umat dari dalam, tetapi juga membuka celah bagi musuh-musuh Islam untuk merusak.
Ia menciptakan permusuhan, kecurigaan, dan menghambat kemajuan umat secara keseluruhan, baik dalam aspek agama maupun duniawi.
Lihatlah sejarah Islam, banyak keruntuhan kekhalifahan atau melemahnya kekuatan Muslim seringkali diawali dari perselisihan internal dan perpecahan mazhab atau golongan politik.
b. Fondasi Persatuan
Persatuan dibangun di atas akidah yang benar, ibadah yang sesuai sunnah, dan akhlak mulia yang diajarkan Islam.
Perbedaan pendapat dalam masalah furu’ (cabang) adalah hal yang wajar, selama tidak menyentuh prinsip dasar agama dan tidak menimbulkan permusuhan yang merusak.
Fokus pada kesamaan, bukan perbedaan, adalah kunci untuk menjaga keutuhan dan kekuatan umat.
Tips Praktis Memahami dan Mengamalkan Esensi Hadits 73 Golongan
Setelah memahami penjelasan mendalam, langkah selanjutnya adalah bagaimana kita bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah tips praktis untuk Anda:
-
Fokus pada Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih:
Prioritaskan mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam langsung dari sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang shahih.
Pastikan Anda merujuk pada tafsir dan syarah (penjelasan) yang otoritatif dan sesuai manhaj salafush shalih (pemahaman generasi awal Islam).
-
Mencari Ilmu dari Guru yang Kompeten dan Terpercaya:
Pilihlah guru atau ulama yang dikenal memiliki ilmu yang luas, akidah yang lurus, serta akhlak yang baik.
Hindari belajar dari satu sumber saja atau dari mereka yang cenderung memecah belah umat dengan fanatisme.
-
Menjaga Hati dari Fanatisme Golongan:
Jangan terlalu fanatik terhadap satu golongan atau kelompok tertentu hingga merendahkan yang lain.
Cinta kepada kebenaran harus lebih besar daripada cinta kepada golongan. Kebenaran adalah milik Allah, bukan milik kelompok tertentu.
-
Mengedepankan Akhlak Mulia dan Toleransi:
Berinteraksi dengan sesama Muslim, bahkan yang berbeda pandangan dalam masalah furu’, dengan akhlak yang baik.
Diskusi ilmiah boleh, tetapi hindari perdebatan yang destruktif dan memecah belah persaudaraan Islam.
-
Berdoa untuk Hidayah dan Keistiqamahan:
Selalu memohon kepada Allah agar ditunjukkan jalan yang lurus dan diteguhkan di atas kebenaran hingga akhir hayat.
Hidayah adalah anugerah terbesar, dan kita harus senantiasa memohon serta menjaga anugerah tersebut.
-
Mempelajari Sirah Nabawiyah dan Sejarah Sahabat:
Memahami bagaimana Nabi SAW dan para sahabat berinteraksi, menyelesaikan masalah, dan menjaga persatuan akan memberikan panduan berharga.
Mereka adalah model terbaik dalam beragama, baik dalam keyakinan maupun praktik sehari-hari.
FAQ Seputar Penjelasan Hadits tentang 73 Golongan (Satu Masuk Surga)
Ada beberapa pertanyaan umum yang sering muncul terkait hadits ini. Mari kita jawab secara lugas.
-
Q: Apakah hadits ini berarti semua selain satu golongan itu kafir?
A: Tidak. Kebanyakan ulama tidak menafsirkannya demikian. Perpecahan yang dimaksud lebih kepada perbedaan dalam masalah prinsipil akidah dan manhaj yang dapat mengantarkan pada kesesatan, bukan otomatis kekafiran.
Banyak golongan yang masih dalam lingkup Islam, namun bisa jadi mereka menyimpang dari jalan yang benar yang akan menghambat mereka masuk surga tanpa hisab atau dengan siksa.
-
Q: Bagaimana kita tahu golongan mana yang satu itu?
A: Seperti yang telah dijelaskan, golongan yang selamat adalah mereka yang ‘berada di atas apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya’.
Ini berarti golongan yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sesuai pemahaman para sahabat, tanpa tambahan atau pengurangan dalam prinsip dasar agama, bukan dengan klaim nama semata.
-
Q: Apakah perbedaan mazhab termasuk dalam 73 golongan?
A: Perbedaan mazhab fiqih (seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali) pada umumnya tidak termasuk dalam kategori 73 golongan yang disebutkan dalam hadits ini.
Perbedaan mazhab adalah perbedaan dalam masalah furu’ (cabang) yang dilandasi ijtihad para ulama yang kompeten dan semuanya kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
Yang dikhawatirkan adalah golongan yang menyimpang dalam akidah atau manhaj dasar yang fundamental, bukan dalam praktik fiqih sehari-hari.
-
Q: Apa yang harus saya lakukan agar termasuk golongan yang selamat?
A: Fokuslah pada tiga hal utama: pertama, ilmu yang benar berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salafus shalih; kedua, amal shalih yang konsisten; dan ketiga, akhlak mulia sesuai ajaran Islam.
Berdoalah selalu kepada Allah untuk keistiqamahan dan hidayah, serta menjauhkan diri dari perpecahan dan fanatisme yang merugikan diri dan umat.
Memahami Penjelasan Hadits tentang 73 Golongan (Satu Masuk Surga) bukan untuk menciptakan ketakutan atau permusuhan, melainkan untuk membimbing kita pada jalan yang benar.
Hadits ini adalah mercusuar yang menerangi jalan, memperingatkan kita akan bahaya perpecahan, dan mengarahkan kita kembali kepada ajaran murni Islam.
Ingatlah, keselamatan terletak pada kesungguhan kita dalam mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para sahabat, serta menjaga persatuan umat Islam.
Mari kita jadikan hadits ini sebagai motivasi untuk terus belajar, beramal, dan berakhlak mulia, sehingga kita semua berharap dapat termasuk dalam golongan yang beruntung di akhirat kelak. Semoga Allah memudahkan langkah kita.




